Melek Hukum

Hukum Minuman Beralkohol di Indonesia, Efektif Nggak Ya?

Seperti Apa Hukum Minuman Beralkohol di Indonesia?

Stop Oplosan

Banyak budaya Indonesia yang melibatkan konsumsi minuman beralkohol sebagai bagian dari tradisi.  Seperti contoh, orang Toraja memiliki pesta rakyat yang dimeriahkan dengan minum tuak. Upacara adat di Bali juga melibatkan masyarakat yang minum arak. Sekarang, mungkin juga kamu yang saat nongkrong, kurang pas kalau tanpa minol. Bahkan sampai dijadiin lagu sama Sisitipsi dengan judul Alkohol.

 

Tapi, kok bermunculan hukum yang membatasi dan melarang penuh konsumsi minol atau miras di Indonesia?

Peraturan yang ada berfungsi untuk mengawasi peredaran dan penjualan minol di Indonesia. Regulasi tentang minuman beralkohol sudah diatur dalam peraturan skala nasional dan skala regional. Kebijakan skala nasional mencakup tiga peraturan. Pertama, Permendag 20/2014 yang mengatur batasan usia konsumen minuman beralkohol harus di atas 21 tahun. Kedua, Permendag 06/2015 tentang pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket. Lalu, PMK 207/2013 yang menentukan beban cukai harus ditanggung industri minol untuk setiap liter yang diproduksi.

Sedangkan dalam skala regional, baru beberapa pemerintah daerah yang menerapkan kebijakan konsumsi minuman beralkohol. Contohnya di Bandung, di mana Perda 11/2010 diberlakukan. Perda ini melarang penjualan minol, kecuali di restoran tertentu, hotel berbintang 3,4 dan 5, kelab malam dan duty free shop. Untuk teman-teman di Indonesia timur, Papua juga memiliki Perda 15/2013 yang melarang produksi, distribusi dan penjualan minol, kecuali untuk tujuan kesehatan dan ritual keagamaan.

 

sosmed stop oplosan revisi ute 02 - 2(1)

Lalu, apakah pemberlakuan peraturan-peraturan ini efektif?

Berdasarkan penelitian dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), pelarangan minuman beralkohol justru menimbulkan masalah lainnya, seperti kehadiran pasar gelap dan minuman oplosan di warung-warung. Hal ini terjadi karena permintaan masyarakat akan minuman selalu ada, namun ketersediaannya sangat terbatas. Mereka pun beralih ke minuman oplosan yang harganya jauh lebih murah dan mudah didapatkan.

Apabila konsumen minuman beralkohol beralih ke minuman oplosan, maka mereka berisiko mengalami gangguan kesehatan, seperti kebutaan bahkan kematian. CIPS mencatat sepanjang tahun 2008-2018, sebanyak 521 orang cedera dan 840 orang meninggal akibat alkohol ilegal. Padahal, minum minuman beralkohol merupakan pilihan semua orang yang sudah berusia di atas 21 tahun dan sebetulnya aman dikonsumsi selama dalam dosis tertentu.

Yuk, kita cegah munculnya korban akibat oplosan dengan mengedukasi diri kita melalui kampanye #StopOplosan. Kamu bisa bagikan artikel ini kepada teman-temanmu dan ikuti akun media sosial kami untuk mendapat info terkini tentang oplosan. #StopOplosanSebelumTerlambat!

 

 

Artikel Lainnya

Serba Serbi RUU Larangan Minum Beralkohol

Melek Hukum
Serba Serbi RUU Larangan Minum Beralkohol

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kembali melanjutkan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) pada

BACA ARTIKEL
Mempertimbangkan Kembali Pelarangan Minuman Beralkohol

Melek Hukum
Mempertimbangkan Kembali Pelarangan Minuman Beralkohol

Kebijakan pelarangan minuman beralkohol mungkin tujuannya baik. Di sisi lain, pelarangan tersebut justru memicu maraknya pasar gelap minuman oplosan.

BACA ARTIKEL